Mutiara Hitam Berdamping Kopi “Ngaji Tetanen”
Awal November 2020 penulis silaturahmi ke Sukarjan, tepatnya di Desa Muncar Gemawang. Sukarjan pernah dapat juara kopi robusta dalam ajang kontes KSSI Tahun 2015, finalnya di Banyuwangi.
Silaturahmi kali ini dalam rangka #ngajitetanen tentang tanaman rempah yang dikenal dengan mutiara hitam atau kemukus. Mutiara hitam ditanam dengan rambatan gamal atau kelirisidi, banyak ditanam dipinggiran atau teras.
Dari obrolan tentang mutiara hitam atau kemukus mulai dari cara budidaya, hingga harga yang begitu bisa membuat bahagia petani, karena bisa sampai 175.000 – 200.000 rupiah per kg kering. Tentunya untuk menikmati harga itu tidak mudah ada sebuah perjalanan panjang seorang petani, mulai dari tanam hingga menunggu panen.
Banyak petani menanam kemukus yaitu dari setek atau memanfaatkan sulur langsung ditanam di lahan atau kebun langsung. Ilmu titen atau mengingat sangat diperlukan, masyarakat biasanya menaman kemukus pada Bulan Desember atau Januari, syaratnya tanaman rambat harus jadi dulu.
Kemukus banyak ditanam berdampingan dengan kopi, atau ketika ada tanaman yang bisa untuk rambatan maka mereka menanam kemukus. Kemukus atau mutiara hitam bisa untuk perpadatan populasi tanaman tapi mempunyai nilai yang tinggi.
Petani sudah bisa mengindentifikasi bahwa tanaman itu akan bisa hidup atau mati setelah tanam sekitar 3 sampai 7 hari. Kalau tanaman yang mau hidup direntang waktu tersebut bisa terlihat tanda kehidupan yaitu tanaman terlihat segar, dan begitu sebaliknya.
Penulis lagi belajar menaman kemukus dengan langsung di lahan dan harus dipolibag dulu dan ketika sudah tumbuh baru dipindah ke kebun. Anda penasaran dengan mutiara hitam atau dengan “Ngaji tetanen” bisa ngobrol via kontak yang ada di web ini