Berbagi Ilmu Tetanen Di Kopi Mukidi
Siang tepat jam 12.57 tanggal 12 Juli 2023, penulis yang owner Kopi Mukidi dan admin www.kopimukidi.com serta blognya www.mukidi.wordpress.com ada pesan masuk “Assalamu alaikum Pak Mu,” Arif Relung ki, begitu pesan singkatnya. Tak lama saya langsung kontak karena hampir 15 tahun tidak ketemu.
Diobrolan lewat kontak wa saling tanya tentang kegiatan masing-masing dan sudah punya anak berapa. Akhmad Arief Fahmi direktur Relung Yogyakarta setelah banyak ngobrol dan mengutarakan tentang maksudnya untuk berkunjung ke penulis terkait tentang kelompok tani dan kopi.
Dia menceritakan kalau ada beberapa petani dari Petungkriyono Pekalongan yang ingin tahu banyak tentang kopi mulai dari budidaya, sampai pada paska panen. Pada penutup obrolannya nanti kita atur jadwal untuk survey dulu ya, dan nanti saya kabari lagi.
Tepat tanggal 21 Juli 2023, Akhmad Arief Fahmi bersama beberapa petani dari Petungkriyono Pekalongan sampai di Rumah Kopi Mukidi Dusun Jambon Desa Gandurejo Bulu Temanggung sekitar jam 14.00 wib. Penulis mempersilakan duduk di ruang tamu yang sekaligus menjadi kedai kopi.
Setelah memperkenalkan beberapa temannya serta maksud tujuannya penulis mencoba menceritakan sedikit tentang perjalanan awal sebelum menekuni produksi kopi dengan beberapa brand. Penulis cerita awalnya ketemu dengan mas Arief ketika waktu itu sama sama pengiat lingkungan kehutanan.
Sambil mendengarkan cerita dan menunggu kopi yang dibuat oleh Rizal Muhaimin, serta pisang dan ketela goreng yang dibuat oleh Sumi. Penulis ceritakan karena dampak covid sehingga dua kedai tutup dan sekarang hanya yang di rumah ini dan dikerjakan oleh anak dan istri.
Kemandirian petani dan bagaimana ingin memberikan nilai tambah pada kopi karena lahan sempit. Penulis mencoba mempraktekkan konsep petani mandiri, mulai dari olah lahan sesuai kaedah konservasi, aneka komoditas pertanian, olah komoditas jadi produk sampai pada pemasaran, penulis menjelakan kepada tamunya bahwa itu tidak hanya wacana namun merupakan pola contoh karena dilakukan semua oleh saya, “petani itu butuh implementasi atau bukti,” tambah penulis.
Penulis juga menceritakan ketika awal mulai hanya dengan gerabah warisan dari orang tua, itupun sekarang sudah pecah dan masih tersimpan dengan baik karena merupakan sejarah. Waktu itu ketika panen kopi dari kebun sendiri dan dijual dalam bentuk berasan kopi atau greenbean asalan hanya dihargai Rp 17.500 sehingga membuat penulis untuk membuat bubuk kopi.
Proses penjualan bubuk pada awalnya juga penulis ceritakan, dikemas plasitk transparan dan keliling ke rumah teman-temannya. Bahkan ada yang beli dan mencelanya tak lupa penulis ceritakan kepada rombongan yang dibawa mas Arief.
Tak terasa beberapa kopi sudah habis diseduhnya, karena waktu sudah jam 16.30 wib ada rombongan yang sholat asyar dulu bergiliran. Ada rombongan yang minta tambah kopi dan dilanjutkan diskusi di lantai dua sambil melihat tanaman panili serta pemandangan Gunung Sumbing dan Sindoro.
Tak lupa penulis juga mencoba sampaikan angka tentang peningkatan nilai tambah dari ketika kopi ketika dijual basah/gelondong, jual dalam bentuk bean, dalam bentuk sangrai serta siap seduh. Perubahan angka ini merupakan cara untuk membangun mimpi dan ini menjadi pilihan semua orang. Ketika ingin jadi petani yang berbasis lahan maka harus mengejar tingkat produksi yang tinggi, tentunya proses menajemen pangkas dan pemupukan harus terpenuhi.
Selain perubahan nilai tambah di kopi, penulis juga menjelaskan penyusutan pada panili dari panili basah jadi kering, serta jumlah polong dalam satu kilonya. Sehingga panili yang ditanamnya bisa ditaksir menghasilkan berapa kg per pohon dengan cara melihat jumlah bunga yang bisa jadi polong panili setelah diserbukan.
Penulis mencoba kontak ketua Kelompok Tani Mekar Tani Jaya, karena maksud tujuannya adalah belajar budidaya kopi. Kelompok Tani Mekar Tani Jaya Jambon Gandurejo Bulu Temanggung harus memetakan tempat untuk kunjungan lahan dan lainnya.
Diskusi dengan Saifudin Ketua Kelompok Tani Mekar Tani Jaya semakin menarik, dan Dia menceritakan awal pembentukan kelompok, kegiatannya hingga fungsi penulis dan Kopi Mukidinya.
Arief Fahmi menyampaikan tentang tanaman dilahan tinggi harus diperbanyak tanaman tahunan dalam bentuk pohon yang tinggi seperti jabon misal, tanaman kopi, trus tanaman bawa kopi. Ketika hujan turun air tidak langsung mengenai tanah karena akang diterima pohon tinggi, trus kopi, sampai tanaman lainnya baru diterima tanah dan meresap, itulah yang disebut wana tani.
Diskusi yang ditemannya secangkir Kopi Mukidi berakhir sekitar jam 19.00 wib dan sesuai tagline dari Kopi Mukidi “secangkir kopi ada cerita banyak saudara dan penuh cinta,” anda penasaran untuk diskusi ngaji tetanen datang saja dan bikin janji dengan penulis yang owner Kopi Mukidi.